Cerita dan Ilustrasi: Mikmilia |
Mulailah semua trik dikeluarkan oleh ketujuh maling populer itu. Mula-mula Jokwir yang berwatak culas mendapat ilham untuk menyikat ayam jago yang ada di rumah sobatnya, Meun. Dia pun bergegas melaksanakan niatnya. Benar saja, di rumah Meun ada seekor ayam jago kuat yang biasanya dibawanya taruhan di gelanggang sabung ayam. Jokwir pun dengan cekatan membungkamnya
seketika tanpa lawan. Si ayam tak berkutik begitu tangan kurus yang cekatan itu mengusap kepalanya. Memang ketujuh maling ini memilik trik tersendiri untuk membungkam hewan jinak peliharaan warga. Mereka sudah sangat berpengalaman dan terlatih karena jam terbangnya yang sudah lumayan tinggi. Habis beraksi Jokwir melenggang penuh kemenangan. Dia teringat ucapan Udin barusan bahwa dia barangkali ditakdirkan untuk jadi pemenang, bukan jadi pecundang. Mungkin ada benar juga, pikirnya bahagia. Jokwir mengulum senyum di sepanjang jalan setapak kampung yang lengang.
Sementara Meun seperti tersentak. Insting ceurapeenya menendang keluar dengan
dahsyat. Tak ada lagi yang bisa dikerjakannya untuk mendapatkan ayam jago.
Satu-satunya solusi yang menyemangatinya luar biasa adalah ide gila yang muncul
tiba-tiba. Ya, dia tahu benar Ketua mereka punya beberapa ayam jago kesayangannya.
Ayam-ayam itu berharga mahal karena keperkasaannya di medan laga dan struktur
tubuhnya yang berotot seperti para pria macho yang senang barbelan kayak Ade
Rai. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia pun melesat ke rumah Ketua
melaksanakan ide briliannya.
Seperti lazimnya sebuah komunitas yang kuat, katakanlah
ikatan keluarga, antara satu jiwa dengan lainnya mudah menyambung. Gerak hati
yang satu mudah terasa oleh yang lain atau semacam telepati. Begitu juga halnya
dengan kawanan tujuh maling ini. Mereka punya
satu gerakan hati yang sama, punya pemantik rasa yang sama untuk saling
mencuri kepunyaan kawannya. Maka terjadilah sesuatu yang menggelikan di mana
mereka saling mencuri dan kecurian. Alur pencuri yang kecurian itu seperti
berikut:
Jokwir » Meun » Ketua »Udin » Yantui » Maman » Ifin »
Jokwir.
Ketujuh mata rantai itu berputar dalam satu harmoni yang sama. Seperti
kata pepatah, sepandai tupai melompat akan jatuh juga, sepandai maling mencuri
akan kemalingan juga.
Dalam rentang waktu yang tak jauh berbeda, ketujuh pencuri
legendaris ini sudah berkumpul semua di gundukan semak lebat tempat mereka akan
berpesta pora dengan ayam jago masing-masing. Sebuah api unggun besar
dinyalakan. Beberapa pisau dan garpu dibentangkan di atas terpal hitam.
Sementara ayam-ayam jago dibakar semarak setelah dibumbui dengan beragam bumbu
sedap. Aroma bangau dan lezat segera mengutak-atik selera makan mereka. Suara
piring berdenting saat pisau-pisau digerakkan dan keharuman kecap membuat
mereka menggila. Jadilah malam itu sebagai pesta merayakan kebodohan mereka
yang belakangan baru mereka sadari. ***SELESAI***
Sedikit Catatan:
Pancuri
Tujoh dalam legenda Aceh adalah maling-maling nakal yang beraksi saat hari
tujuh orang meninggal di mana warga disibukkan dengan takziah di rumah duka
sehingga membuat kawanan maling ini leluasa meraup harta benda orang
Baca Juga:
.
Baca Juga:
- Cerita Legendaris Pencuri Tujuh, Tercuri Part
- Cerita Siti Geulima dan Legenda Dua Paya di Padang Tiji
- Viral dan Misterius! Di Sinilah Kampung Kuno Suku Mante
- Panglima Perang Kerajaan Aceh ini Menolak Dijadikan Sultan
.
0 Comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan Anda, tetaplah membaca artikel selanjutnya.