Ilustrasi: Mikmilia Aziz |
Pada kemanusiaan kita terdapat dua sisi yang berdampingan, yang nampak dan yang terselubung. Kedua sisi itu kadang-kadang menimbulkan pertentangan sehingga berdampak tidak baik pada jiwa dan realitas keimanan. Seharusnya keduanya berputar pada porosnya masing-masing serta menjadi penyelamat. Tapi seperti halnya kejadian gerhana, gerhana pada jiwa manusia lebih menakutkan.
Keelokan dan kemolekan yang terpandang mata selalu menjadi primadona dan prioritas. Seperti halnya hukum syar’i yang nampak itulah yang dihukum. Kenapa si Maisir dicambuk? Karena menenggak arak. Seandainya si Maisir minum arak dengan hatinya sampai teler, tentu dia tidak dapat dihukum. Bagi si salik (orang yang mengharap ridha Tuhan) dia cenderung meninggalkan kedua-duanya, menenggak arak dengan mulut dan hatinya. Kalau hatinya menikmati arak itu dia telah menghukumi diri berdosa. Jadi kita cenderung mencintai sesuatu yang indah terpandang mata, terpesona dengan kemilau sutra serta menganggap rendah setelan dari bahan karung goni yang kasar. Mata kita sudah auto fokus pada yang terlihat cemerlang sehingga hanya menyisakai sedikit filter pada sisi yang terselubung. Yang indah selalu kita hukumkan baik dan yang buruk kita hukumkan sebaliknya.
Jadi kembali pada bahasan di atas mungkinkah doa ditolak
oleh Yang Maha Menerima Doa? Maka dengan tegas terjawab tidak mungkin! Banyak
ayat-ayat dan hadist yang menganjurkan kita berdoa pada Yang Abadi,
menyampaikan hasrat kita pada-Nya, Ia Maha Kuasa dengan perbendaharaan yang tak
ternilai, terkaya tanpa mampu dibuat pengukuran angka. Mudah sekali bagi-Nya
memenuhi semua hasrat tersitimewa makhluk hidup, apalagi sekadar minta
kekayaan. Kun! Fayakuun.
Tapi ada kok doa
kita yang tak kunjung sampai? Sabar. Bersabar adalah warisan para nabi serta
menjadi pengendali hati yang sering lepas kontrol. Bersabarlah sampai doa itu
terkabulkan. Terhadap doa kita ada 3 kemingkinannya; pertama, Yang Maha Bijaksana menjawab 100 % seperti keinginan kita.
Boleh jadi begitu kita selesai berdoa langsung diberikan-Nya atau sedikit
menundanya pada waktu yang sesuai menurut pengetahuan-Nya. Bersabar adalah
sifat kemestian bagi si salik. Dia harus menunggu seperti halnya Nabi Musa
menunggu doanya dijawab Tuhan untuk tenggelamnya bekas bapak angkatnya, Raja
Firaun. Doa Nabi Musa untuk kematian Firaun ini baru terjawab setelah 40 tahun.
Tentu waktu yang lama bagi yang tergesa. Namun bagi si salik bukanlah berarti
Yang Maha Kaya ogahan padanya. Pancaindra kita hanya menghukum yang nampak.
Kita tidak tahu 1001 hikayat kebaikan yang terselubung di balik penundaan itu. Sang
Pencipta menguasai dan merangkul kedetilan hidup kita. Tidak ada yang terbaik
selain apa yang telah ditetapkan-Nya atas kita selama hal itu sejalan dengan
syar’i.
Kedua, Yang Maha
Bijaksana menggantikan doa kita dengan suatu nikmat yang lebih baik untuk kita
dibandingkan mengabulkan permintaan kita. Pak Maun berdoa diberikan rizki
banyak agar sanggup membeli Avanza sendiri karena kecapaian rentalan. Dalam
pengetahuan-Nya Avanza tersebut akan memberikan kemudaratan bagi Pak Maun,
bahkan dia akan mati ditabrak orang. Kebijaksanaan-Nya menggantikan permintaan
Pak Maun dengan kebugaran fisik. Setiap kenduri Pak Maun bisa menyantap semua
makanan lezat. Di rumah pun bisa stok makanan sesuka hatinya. Toh dia masih
bisa ikut naik Avanza, merasakan lajunya yang mulus walau berjalan di atas
undakan karang. Cuma saja bukan dia yang pegang setiur. Tapi di mana perbedaan
nilai dua orang yang sama-sama numpang Avanza, satu pegang setiur dan satu lagi
pegang cambang yang tumbuh lebat? Tidak ada!
Ketiga, Yang Maha
Bijaksana akan memberikannya pada hari kiamat kelak. Doa kita ditangguhkan
sampai hari pembalasan. Si pendoa menerima sejumlah nikmat pada hari
perhitungan itu. Jadi doa-doa yang belum terjawab itu akan menjadi sesuatu yang
lebih berharga nanti.
Dikisahkan, seorang pecinta Allah, Yahya bin Said r.a mimpi
bertemu dengan Tuhan. Dia menanyakan perihal doanya yang tak kunjung
dikabulkan. Allah menjawab bahwa senang mendengar suaranya. Siapa tahu kita pun
termasuk orang yang Allah senangi suaranya. Maka janganlah berputus asa, tetap
berdoa. Di lain kisah, ada orang yang sedikit pincang dari segi kesucian
hatinya atau masih berjanabah dosa lahir atau batin, begitu berdoa langsung
Allah kabulkan. Maka kaum pecinta Tuhan menganggap ini sebagai istidraj
(kemurkaan-Nya dalam bentuk nikmat). Mungkin lebih mudah kita pahami begini,
seorang anak yang sangat rewel dan bertingkah aneh meraung-raung keras minta ini-itu
pada ibunya. Si ibu yang jengkel dengan cepat-cepat memenuhi permintaannya biar
tak mendengar lagi raungannya yang menjijikkan. Sedangkan anak yang satu lagi
meminta dibelikan mainan dengan cara yang terhormat dan beradab. Si ibu belum
memenuhinya pada hal dia sangat menyayangi anaknya yang santun ini. Tidaklah
tepat menyimpulkan bahwa si ibu lebih mencintai anaknya yang rewel daripada si
anak beradab. Atau nilai si rewel lebih tinggi di mata si ibu dikarenakan semua
permintaannya dipenuhi. (Tulisan ini bagian dari intisari Kitab Hikam
Jawi karangan Syeikh Ibnu Ataillah Assakandari).
Baca Juga:
Baca Juga:
0 Comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan Anda, tetaplah membaca artikel selanjutnya.