Puisi Akhir Tahun


Puisi/ilustrasi Mikmilia

Yang Datang Yang Pergi

Lenyaplah temaram bulan
Tanggallah sesak hari
Sirnalah cemerlang mentari
Seberkas titik datang menyongsong
Noktah muda yang dulu tak berupa
Dari balik pekat tebarkan warna dan irama
Sekantong detik waktu menggumam sapa
Kereta senja larikan masa
Berputar di garis tak menentu
Sementara halte bertambah sesak
Kereta pun harus memarkirkan usia di sana

Duhai usia…
Tidaklah bertambah dirimu sedepa
Melainkan berkurang sehari sehasta
Tiliklah badan berkerut usang
Meminta istirahat panjang
Melepas lelah, jemu dan takut
Tahulah badan untung di sana
Dalam dekap sang ibu tercinta
Duhai waktu...Tak penatkah dirimu?




Baca Juga:



 

Cerita Siti Geulima dan Legenda Dua Paya di Padang Tiji

Cerita dan Ilustrasi: Mikmilia Aziz

Cerita dan Ilustrasi: Mikmilia Aziz

Gadis langsing berkulit bersih itu memiliki sepasang mata yang indah memancarkan cahaya. Kelopak matanya dihiasi bulu-bulu lentik yang tumbuh serasi dengan alis mata yang tebal dan meruncing di kedua sisinya. Hidungnya mancung hampir serupa paruh nuri. Pipinya yang merona terpadu apik dengan bentuk bibirnya yang bagaikan sapuan garis sesenti pada kanvas si pelukis. Ah, tak dapat kujelaskan lagi dengan lebih
baik bagaimana cantik jelitanya gadis ayu yang hidup hanya dalam sebuah rumah panggung tanpa pernah memijakkan kakinya di

Allah Pasti Mengabulkan Semua Doa Kita!


Mikmilia Aziz
Ilustrasi: Mikmilia Aziz

Pada kemanusiaan kita terdapat dua sisi yang berdampingan, yang nampak dan yang terselubung. Kedua sisi itu kadang-kadang menimbulkan pertentangan sehingga berdampak tidak baik pada jiwa dan realitas keimanan. Seharusnya keduanya berputar pada porosnya masing-masing serta menjadi penyelamat. Tapi seperti halnya kejadian gerhana, gerhana pada jiwa manusia lebih menakutkan.