Cerita Legendaris Pencuri Tujuh: Tercuri

Cerita dan Ilustrasi Mikmilia/www.meucensemua.blogspot.com
Cerita dan Ilustrasi: Mikmilia
Kampung yang damai tiba-tiba diresahkan oleh tujuh maling yang saban malam menyantroni rumah warga. Sasaran mereka biasanya hewan peliharaan yang tidak mungkin dibawa pemiliknya masuk ke rumah. Kalau perhiasan seperti gelang emas, manik, anting-anting dan lain sebagainya mereka kesampingkan dikarenakan harus bersusah payahmenerabas masuk ke dalam rumah. Selain harus ekstra hati-hati,  juga rawan tertangkap.  Jadi, sebelum aksi pertama mereka membekap hewan-hewan di rumah penduduk kampung dimulai, mereka sudah duduk berembuk mengenai visi dan misi perkumpulan mereka. Untuk visi, ketujuh maling ini merumuskan sebagai berikut: Dalam rangka mensejahterakan anggota perkumpulan, semua hewan ternak yang sudah akil baligh (maksudnya bukan bayi ternak) sah diangkut paksa untuk dinikmati bersama dan pembagiannya diatur oleh ketua kelompok. Sementara misinya dijabarkan begini: a. berupaya sebaik mungkin mencuri ternak orang yang terkaya (kalau ada) serta boleh mencuri kepunyaan si miskin (mendesak), b. berupaya lemah lembut pada ternak serta tidak melanggar HAH (Hak Asasi Hewan), c. berupaya mengesampingkan hewan-hewan yang dipelihara tunggal  untuk melindungi hewan dari kepunahan, d. berupaya menjaga perasaan orang yang ternaknya dicuri serta menjaga ketertiban lingkungan (entah apa maksud dari poin terakhir ini). 

Singkat kata, visi dan misi itu telah menyebabkan kreatifitas pencurian mereka meroket tajam. Dalam dua bulan terakhir, kampung damai yang dulunya mudah dijumpai ternak bermanja-manja di sepanjang jalan, sapi-kerbau yang parkir sembarang tempat, ayam-bebek yang suka kumpul membuat komunitas-komunitas tanpa nama, mendadak berkurang drastis. Lenguh sapi di kandang belakang rumah warga pun jadi jarang terdengar. Suara kukuruyuk si Jago yang biasanya lantang membelah langit pagi pun hampir tak terdengar. Sawah luas yang biasanya dipergunakan kawanan bebek untuk mengais makanan alami guna mencukupi asupan nutrisi mereka kini menjadi lengang, tanpa terdengar keluh kesahnya yang lucu.

Malam itu purnama merekah di langit yang terang. Pendar cahayanya sangat indah saat tertimpa atap seng rumah warga. Bagai kemilau batu permata. Sementara di kepadatan semak yang sedikit menyebelah dari kampung, kawanan tujuh sekawan sedang rebahan sambil menatap rembulan yang membeliak ke arah mereka.
“Melihat bulan yang indah dan bundar begini, rasanya aku ingin mengulang nostalgia kita dulu, saat pertama kali menekuni bisnis ini. Bukankah waktu itu kita berhasil menangkap ayam sebanyak jumlah kita?” Ketua maling menoleh ke arah kawan-kawannya.
“Ya, Ketua, saat itu kita berhasil menangkap ayam jago terbaik yang ada di kampung kita,” sahut Ifin, maling terjangkung di antara kawan-kawannya.
“Dan malam itu kita menyantap lahap ayam-ayam itu untuk melaunching bisnis baru yang kita geluti,” timpal Yantui, pria berperut buncit yang senang kuliner.
“Betul, aku masih ingat semua. Perasaan baru kemarin, deh,” ujar Meun bersemangat. Dia yang berperawakan tinggi kokoh bangkit dari tidur-tidurannya.
“Kau kan yang menghabiskan jatahku?” tunjuknya pada Yantui yang seketika mengembangkan senyum manisnya sehingga kedua pipi penuhnya ikut terangkat ke atas.
“Urusan perut siapa lagi jagonya kalau bukan dia,” tambah Maman yang sedari tadi diam saja. Dia ikut-ikutan bangkit dan duduk beralaskan ilalang sambil menjulurkan kakinya ke depan.
“Eh, Ket, apa maksudmu sih mengungkit masa lalu kita itu? Aku tak percaya kamu tak punya tujuan apa-apa?” tanya Udin yang sedari tadi menilai Ketua mereka punya maksud tersembunyi di balik nostalgia mereka.
“Kau memang mudah menebakku, Din. Aku memang punya maksud tersendiri. Bayangkan, di saat purnama begitu indahnya mekar di tengah-tengah langit, kita hanya menatapnya saja tanpa ada yang kita kerjakan. Tidak seru, bro! Mending kita mengulang lagi nostalgia kita, bagai mana?”
“Aku setuju!” jawab Jokwir ikut nimbrung. “Tapi, sebaiknya hukuman bagi yang tidak berhasil mendapatkan tangkapan dihapuskan saja mengingat kita sedang bukan dalam agenda dinas,” ujarnya memberi usul.
“Mana bisa? Yang namanya maling tetap maling, yang namanya hukum tetap hukum, tidak ada alasan sedang di luar dinas kek, kalau mau jadi maling sukses harus menerapkan hukum yang tegas dan disiplin,” kata Ketua menegaskan aturan main yang biasanya dia terapkan dalam setiap aksi mereka.
“Jadilah maling yang berprinsip! Tidak asal colek sana-colek sini, ntar kau dicolek polisi ke penjara, baru tahu rasa kau!” Ketua mendelik ke arahnya. Jokwir yang berbadan kurus kerempeng terdiam dan kecut.
“Sudahlah, diterima aja, Jok, aku yakin kok kau pasti lebih gesit daripada kami. Tuh kan, hukum aja berani kautentang, kau memang didesain untuk jadi pemenang, bukan pecundang,” celoteh Udin memberi semangat. Setelah dibujuk dengan beragam cara, akhirnya dia pun setuju.  

Jadilah malam itu kawanan Pencuri Tujuh berpencar ke tujuh penjuru bumi untuk mengemban tugas mulia kelompok mereka. Tugas itu sebenarnya enteng saja, hanya menangkap ayam. Tapi setelah dijalani di lapangan, dengan kelihaian mata musang mereka, dengan kegesitas ceurapee (binatang lincah pemangsa ayam yang gesit tiada dua) yang mereka miliki, tahulah mereka ternyata stok ayam jago di kampung mereka sudah hampir punah. Kandang-kandang cuma berisi ayam betina dengan bayi-bayinya yang belum akil balig (masih belum boleh disikat menurut undang-undang mereka). Kalaulah ada tentunya di restoran ayam tangkap, tapi itu tidak mungkin karena Ketua mereka sangat benci makan ayam tangkap karena harus bersusah-payah menyapu sampah dedaunannya terlebih dahulu.’ Pokoknya menyebalkan,’ begitu selalu ucapannya saat menu mereka di restoran ada ayam tangkapnya. Wah, wah, wah, buntu jadinya. Baru pertama kali inilah kawanan ini merasa bego sendiri, merasa tak berdaya dan tak dapat melakukan apa-apa,  skakmat. Sementara di lain sisi mengakui kekalahan adalah prinsip yang paling pantang dilakukan. Pencuri sukses bukanlah yang mengalah dan kalah tapi yang mencoba 1001 cara untuk menggapai impiannya, begitu bunyi petuah bijak yang selalu Ketua dendangkan di telinga mereka.  Mau tak mau, mereka harus mendapatkan ayam-ayam itu. Bagai manapun  caranya! 

 
Baca Juga:



Batu Landak di Padang Tiji Laku 83 Juta



mikmilia-meucensemua.blogspot.com
Batu landak atau geliga yang ditemukan di Padang Tiji, Kab, Pidie (Foto Repro Meme)

Banyak hal aneh terjadi di zaman modern ini. Keanehan yang tidak masuk akal itu terjadi pada apa saja, sebut saja seseorang yang mendadak kaya karena menemukan suatu benda yang dimuntahkan paus di lautan atau batu-batu gunung yang dihargai gila-gilaan karena dianggap memiliki magis (batu giok). Dan yang satu ini masih seputaran batu, tapi bukan batu cincin, tapi batu landak atau yang sering dinamakan dengan geliga landak.